banner 728x250

Ribuan Hektar Sawah di Tinsel, Parigi Moutong Terancam Gagal Panen Akibat PETI

Parigi Moutong,PUSATWARTA.ID — Ketua Komisi I DPRD Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) Mohamad Irfain mengungkapkan, bahwa ada 2.700 hektare lahan sawah di Kecamatan Tinombo Selatan terancam gagal panen akibat dari aktifitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah itu.

”Ribuan hektare lahan sawah gagal panen dan kerugian ratusan juta yang dialami petani di wilayah itu.” ujar Mohamad Irfain kepada sejumlah awak media, Selasa (17/12/2024).

banner 728x90

Pihaknya menyoroti aktifitas PETI yang berada di daerah pemilihannya. Karena dinilai sangat merugikan para petani. Kemudian, aktifitas pertambangan ini pula telah mencemari aliran sungai yang menjadi salah satu sumber untuk pengelolaan ribuan hektare sawah tersebut.

Baca lainnya :  Tim Da'i Polri ajak Tokoh Masyarakat Kampal Bersatu Tangkal Paham Radikal

“Daerah Irigasi di wilayah Tada, saat ini sudah tercemar dari aktifitas tambang tersebut, akibatnya 70 persen areal sawah dari 2.700 hektare gagal panen,” ungkap Irfain.

Sekaitan hal ini, pihaknya telah menyampaikan kepada pihak Kepolisian setempat. Dengan tujuan agar segera dilakukan penindakan. Menurutnya, aktifitas PETI dimulai sejak tahun 2010, dan hanya beberapa tahun berhenti kemudian kembali beroperasi khususnya, diwilayah Desa Tada.

Pihaknya menegaskan, aktifitas pertambangan ilegal harus dihentikan, karena ini sangat merugikan daerah, serta berdampak besar pada lingkungan dan merugikan masyarakat khususnya yang memiliki lahan pertanian.

Baca lainnya :  Pilkada Ulang di Parigi Moutong Hanya Diikuti Empat Paslon Bupati dan Wakil Bupati

“Aktifitas tambang diatas, areal persawahannya dibawah, sehingga berdampak. Saat ini sawah diwilayah Tinombo Selatan sebagian besar gagal panen. Sehingga harus tegas, dan aktifitas tersbeut harus ditutup,” jelasnya.

Selain lahan sawah kata dia, areal perkebunan dan sungai, juga ikut terdampak akibat aktifitas tambang tersebut. Padahal sungai itu sendiri sebagian masyarakat di daerah itu masih menggunakan sebagai alternatif.

Akibat pencemaran tersebut masyarakat yang masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari baik untuk mencuci dan air minum sudah terdampak. Olehnya, berbagai penyakit timbul pada masayarakat seperti, gatal-gatal dan lainnya.

Baca lainnya :  DPRD Parimo Bahas Tahapan Revisi RTRW Sesuai UU Nomor 1 Tahun 2024

“Saat ini sungai tersebut tidak bisa dimanfaatkan lagi, karena sudah tercemar dari limbah aktifitas tambang,” terangnya.

Dampak dari pertambangan tersebut tambahnya, membuat para petani mengeluh. Karena, tanaman mereka tidak lagi hijau bahkan berubah warna menjadi kuning, serta merah. Sehingga. pertumbuhanya tidak maksimal. lebih parahnya lagi ada salah satu petani dengan luas sawah kurang lebih 10 hektare digarap kembali.

“Dilakukannya penanaman kembali, karena air yang sudah bercampur dengan lumpur, itu bisa mempengaruhi produktifitas tanah,” ujarnya.(awn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *