banner 728x250

Soal Surat Suara Tanpa Tanda Khusus PSU, Tim Nizar-Ardi Laporkan KPU ke Bawaslu Parimo

Tim koalisi pemenangan Paslon M Nizar – Ardi saat melaporkan KPU ke Bawaslu Parigi Moutong terkait surat suara tanpa penanda khusus digunakan pada PSU 16 April 2025. (Foto – Aswadin).

Parigi Moutong, PUSATWARTA.ID – Ketua Tim Koalisi Partai Pemenangan Nizar-Ardi, Arif Alkatiri, resmi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Parigi Moutong ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, Senin (21/4/2025).

Hal tersebut dilaporkan, menyusul adanya dugaan terkait tidak konsistenya KPU dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pasca putusan Mahkama Konstitusi (MK).Arif menilai KPU telah mengesahkan penggunaan surat suara yang “serupa tapi tak sama” tanpa mempertimbangkan kajian terlebih dahulu.

banner 728x90

Ia mengatakan, surat suara yang digunakan pada PSU seharusnya diberi penanda khusus sesuai dengan kesepakatan bersama seluruh pihak.

“Yang pertama terkait dengan pernyataan pimpinan rapat, dalam hal ini komisioner KPU seluruhnya, yang mengesahkan surat suara yang tidak punya penanda khusus atau cap PSU. Itu tidak boleh, karena kita sudah membuat kesepakatan bahwa jika surat suara tidak diberi penanda khusus, maka dianggap tidak sah,” ujar Arif.

Baca lainnya :  FKPAPT Serukan Aksi Nyata Hadapi Krisis Lingkungan di Parigi Moutong

Surat suara yang digunakan dalam PSU jelasnya adalah, hasil cetakan sebelum adanya putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar terkait keikutsertaan salah satu pasangan calon bupati.

Saat itu kata dia, surat suara hanya mencantumkan empat pasangan calon karena pasangan nomor urut 5 sedang didiskualifikasi. Namun, setelah putusan PT TUN mengizinkan pasangan nomor 5 kembali mengikuti PSU, KPU dan seluruh Liaison Officer (LO) menyepakati tetap menggunakan surat suara lama dengan syarat diberi penanda khusus.

“Penanda khusus ini bukan hanya pada surat suara, tetapi juga kotak suara dan lainnya. Tujuannya untuk menyatakan bahwa surat suara itu digunakan dalam PSU pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 75. Itu dituangkan dalam berita acara,” jelasnya.

Lanjut Arif mengatakan, menyinggung bahwa ada kesepakatan para LO untuk tidak menuntut KPU atas penggunaan surat suara lama, selama surat itu diberi penanda khusus.

Baca lainnya :  Pemkab Parimo Gelar Sosialisasi Penguatan Reformasi Birokrasi dan SAKIP

“Kalau kita minta cetak ulang surat suara, PSU tanggal 16 April tidak akan terjadi, bisa mundur atau bahkan lewat dari batas waktu 60 hari yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi,” sebut Arif.

Sehingga, ia menyoroti keputusan KPU yang justru bertolak belakang saat rapat pleno rekapitulasi hasil PSU tingkat kabupaten.

“Lucunya, tadi malam saat rapat pleno, pernyataan PPK dan KPU itu tidak mengesahkan surat suara. Tapi hari ini, mereka malah meralat untuk disahkan. Saya tidak paham apa yang ada di otaknya KPU kabupaten ini. Yang jelas menurut saya, itu pelanggaran, dan sudah kami laporkan ke Bawaslu,” tegasnya.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa laporan ini tidak didasari oleh persoalan kalah atau menang dalam pemilu. “Kita akui, dalam proses ini sebelum penetapan, pasangan nomor 4 unggul,” ucapnya.

“Tapi kalau ada kesalahan dalam proses, tetap harus disampaikan ke KPU dan dilaporkan ke Bawaslu sebagai pengawas,” kata Arif menambahkan.

Baca lainnya :  38 Personel Polres Parigi Moutong Naik Pangkat, Kapolres: Bentuk Apresiasi dan Tanggung Jawab Baru

Menjawab pertanyaan awak media terkait berita acara kesepakatan penggunaan surat suara lama, ia mengatakan seluruh LO menandatangani dokumen tersebut, termasuk klausul tidak melakukan penuntutan atas alat pemilu yang telah diberi penanda khusus.

“Saya bacakan kesepakatannya: sepakat tidak menuntut atas penggunaan surat suara, alat bantu tunanetra, daftar pasangan calon yang dipasang di TPS, serta formulir kelengkapan lainnya yang telah dicetak sebelum putusan PT TUN Makassar, sepanjang telah mendapat penandaan khusus,” jelasnya.

Laporan terkait pelanggaran ini tambah Arif, tersebar di delapan kecamatan dan akan terus dikaji.

“Yang jadi masalah adalah kenapa KPU tetap mengesahkan itu. Tapi kalau KPU tidak mengesahkan, maka KPU justru menghilangkan hak konstitusional rakyat untuk memilih. Dan itu juga pelanggaran,” ujarnya.(wad)

Penulis: WadEditor: Aswadin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *