banner 728x250
Berita  

PFI Palu Gelar Diskusi Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI

PFI Palu foto bersama usai menggelar Bincang Santai bahas pengaruh kecerdasan buatan AI. Di Warkop Celebest Walet Jati Baru, Kota Palu. Rabu (7/5/2025). (Foto – PFI Palu)

PALU, PUSATWARTA.ID – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu bekerja sama dengan DOSS menggelar bincang santai bertema “Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI: Kreativitas, Etika, dan Realita” pada Rabu (7/5) di Warkop Celebest Walet Jati Baru, Kota Palu.

Kegiatan ini dihadiri oleh para jurnalis, mahasiswa, dan komunitas fotografi dari berbagai latar belakang, yang antusias membahas pengaruh kecerdasan buatan (AI) terhadap dunia foto jurnalistik.

banner 728x90

Sebagai pengantar, Dewan Etik PFI Palu, Basri Marzuki (BMZ), membuka diskusi dengan pandangan bahwa meski AI semakin banyak digunakan dalam dunia fotografi, ia tidak dapat menggantikan nilai etis dan rasa kemanusiaan yang menjadi esensi dari foto jurnalistik.

Menurutnya, AI hanyalah alat yang membantu dalam menangkap, mengelola, dan memahami realitas, namun bukan pengganti nurani seorang jurnalis.

Baca lainnya :  25 Hari Operasi Pekat, Polda Sulteng Ungkap 27 Kasus dan Amankan 78 Pelaku Premanisme

“AI mengubah cara kita menangkap momen, tapi tetap membutuhkan sentuhan manusia untuk memahami konteks dan makna di balik sebuah foto,” ujar Basri.

Bea Wiharta, eks fotografer Reuters, yang turut hadir sebagai narasumber, menambahkan bahwa meski AI mampu menghasilkan gambar yang luar biasa, ia tetap tidak bisa menggantikan insting dan kepekaan seorang fotografer.

Ia mencontohkan bagaimana foto seekor anak gajah Sumatera yang bermain air bersama induknya di sungai mampu menyentuh hati karena kehadiran langsung seorang fotografer yang memahami momen tersebut.

“AI adalah mesin yang tidak punya rasa. Saya juga menggunakan AI, tapi hanya untuk mencari data. Untuk memotret, saya tetap mengandalkan kamera dan insting saya,” kata Bea.

Baca lainnya :  Operasi Ketupat Tinombala Berakhir, Polda Sulteng Catat 25.011 Pelanggaran Lalulintas

Bea menegaskan bahwa foto jurnalistik tidak akan pernah mati hanya karena munculnya AI, kecuali para fotografer sendiri yang ‘mematikannya’ dengan meninggalkan etika jurnalistik.

“Foto jurnalistik itu hidup karena ada konteks dan emosi yang tidak bisa dibuat oleh mesin. Selain itu, setiap foto jurnalistik harus memiliki caption yang akurat dan terkonfirmasi, sesuatu yang tidak bisa dihasilkan AI,” tegasnya.

Salah satu peserta, Fery mengapresiasi kegiatan diskusi ini. Dimana tantangan munculnya AI memang sangat banyak tanda tanya, namun dengan dilaksanakan kegiatan ini terjawab bahwa AI hanya sebuah mesin.

Baca lainnya :  Gubernur - Kapolda Sulteng Bersama Komisioner KPU RI Tinjau Langsung PSU di Parigi Moutong

“AI diciptakan oleh manusia, sehingga AI tidak bisa menggantikan manusia, kalau yang dijelaskan tadi adalah rasanya,” kata dia.

Diskusi ini diwarnai dengan sesi tanya jawab yang hangat. Para peserta, termasuk jurnalis muda dan fotografer pemula, berkesempatan bertanya langsung kepada para narasumber mengenai etika, tantangan, dan masa depan profesi fotografer di era digital.

Kegiatan ini diakhiri dengan sesi foto bersama sebagai simbol kebersamaan dan semangat untuk terus berkarya meski di tengah gempuran teknologi.

“Dengan adanya diskusi seperti ini, PFI Palu berharap para pewarta foto tetap memahami nilai penting kepekaan manusia dalam menangkap momen, meski teknologi terus berkembang,”harap ketua PFI Palu, Moh.Rifki. (**)

Editor: Aswadin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *