
Jakarta, PUSATWARTA.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Drs. H. Longki Djanggola, M.Si, menegaskan pentingnya penguatan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI).
Dalam rapat Baleg DPR RI yang digelar di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2025), dan diikuti secara daring oleh sejumlah PMI dari Hong Kong, Makau, dan Malaysia, Longki menyampaikan sejumlah catatan penting untuk penyempurnaan RUU tersebut.
“RUU ini harus mampu memberikan perlindungan hukum, kesejahteraan, dan kepastian masa depan bagi pekerja migran dan keluarganya. Negara harus hadir penuh, bukan hanya melalui kebijakan, tetapi juga implementasi nyata,” tegas Longki.
Ia menekankan bahwa perlindungan hukum dan sosial bagi PMI harus mencakup seluruh siklus migrasi, mulai dari pra-keberangkatan, masa bekerja, hingga kepulangan ke tanah air.
Menurutnya, negara wajib menyediakan mekanisme bantuan hukum gratis dan mudah diakses, karena masih banyak pekerja migran yang menghadapi persoalan hukum di luar negeri.
Longki mencontohkan beberapa kasus nyata sebagai urgensi kehadiran negara, termasuk kasus Etty binti Toyib di Arab Saudi dan Wilfrida Soik, TKI asal Nusa Tenggara Barat yang sempat terancam hukuman mati di Malaysia.
Dalam kasus Wilfrida, Longki mengisahkan bagaimana Prabowo Subianto, saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra dan kini Presiden RI, menyewa pengacara kondang Malaysia, Tan Sri Shafee Abdullah, untuk membela Wilfrida hingga akhirnya berhasil dibebaskan.
“Kasus-kasus tersebut menunjukkan betapa krusialnya negara hadir melalui pendampingan hukum dan diplomasi konsuler,” ujar Longki.
Dalam rapat tersebut, Longki juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam proses pendataan, edukasi, dan pengawasan calon PMI, guna mencegah praktik keberangkatan non-prosedural.
Ia menyinggung kasus seorang PMI asal Banyuwangi yang masih berusia 18 tahun dan menjadi korban eksploitasi di Malaysia, sebagai bukti lemahnya pengawasan di tingkat daerah.
Peningkatan kualitas SDM PMI melalui pelatihan berbasis kebutuhan kerja internasional, penegasan tanggung jawab agen penempatan, penyediaan jaminan sosial dan asuransi,Kemudian, pemanfaatan teknologi digital untuk sistem pengawasan, hingga penguatan diplomasi dan kerja sama internasional.
“RUU ini juga harus mengatur program reintegrasi dan pemberdayaan purna migran agar mereka bisa berdaya secara sosial dan ekonomi setelah kembali ke tanah air,” ujarnya.
Dalam sesi rapat, sejumlah pekerja migran yang hadir secara daring juga menyampaikan testimoni dan aspirasi langsung, menegaskan pentingnya jaminan perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi yang menyeluruh dari negara, termasuk saat mereka berada di luar negeri.
Menutup pernyataannya, Longki menyampaikan bahwa RUU PPMI harus disusun secara komprehensif dan terukur, berdasarkan pengalaman nyata di lapangan.
Agar benar-benar mampu memberikan perlindungan yang layak dan adil bagi seluruh pekerja migran Indonesia.








