
Parigi Moutong, PUSATWARTA.ID— Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sunarti, menegaskan bahwa seluruh sekolah formal di daerahnya wajib menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Kebijakan ini diambil mengingat terbatasnya jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di wilayah tersebut.”Karena kita tahu, di Parigi Moutong ini hanya ada satu SLB. Sementara akses geografis kita sangat luas, tidak mungkin anak dari Moutong harus sekolah di Parigi,” ujar Sunarti, Rabu (14/5/2025).
Menurutnya, setiap anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak, termasuk ABK. Oleh karena itu, pihaknya melalui Bidang Paud dan Dikmas saat ini tengah menjalankan program sosialisasi dan pendampingan pendidikan inklusif untuk anak usia dini.
Kegiatan ini melibatkan para guru Paud serta berkolaborasi dengan Bunda Paud dari tingkat kecamatan hingga desa/kelurahan se-Kabupaten Parigi Moutong.
Program ini bertujuan mendorong sekolah formal agar bersedia menerima ABK, sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan yang mengusung prinsip inklusivitas dalam dunia pendidikan.
“Yang kita samakan bukan metode pendidikannya, tetapi pelayanannya. Karena ABK tentu memiliki kebutuhan berbeda yang harus disesuaikan dengan metode dan kurikulum khusus,” jelas Sunarti.
Ia menambahkan bahwa guru-guru juga dipersiapkan untuk mampu memberikan layanan pendidikan sesuai kebutuhan ABK, tanpa harus menyeragamkan pendekatan pembelajaran dengan anak lainnya.
Dalam upaya memperkuat sinergi, Dinas Pendidikan juga menggandeng Tim Penggerak PKK melalui Pokja II yang membidangi pendidikan.
Sunarti berharap, dengan penerapan pendidikan inklusif ini, tidak ada lagi ABK yang merasa dikucilkan atau tidak mendapatkan hak pendidikan.
“Pendidikan adalah kebutuhan dasar, dan harus diperoleh oleh seluruh warga negara Indonesia, termasuk ABK,” tegasnya.
Ia menutup dengan harapan bahwa ke depan, lingkungan sekolah bisa menjadi ruang yang ramah bagi semua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.
“Dengan pendidikan inklusif, anak-anak normal pun bisa belajar untuk menerima dan memahami keterbatasan orang lain,” pungkasnya.