
Palu, PUSATWARTA.ID – Aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa dan aliansi masyarakat di depan Kantor DPRD Sulawesi Tengah pada Senin (25/8/2025) berujung ricuh.
Massa yang awalnya menyuarakan tuntutan terhadap kinerja pemerintah, berubah anarkis menjelang petang. Kericuhan dipicu saat massa mulai membakar ban bekas, melempar batu ke arah aparat, dan meluncurkan petasan.
Polisi yang berjaga di lokasi membubarkan massa menggunakan water cannon setelah situasi dinilai tidak terkendali. Akibat kericuhan tersebut, pagar pengaman gedung DPRD dilaporkan mengalami kerusakan.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam aksi ini adalah video orasi Koordinator Lapangan (Korlap), Nur Ramlah, mahasiswi Universitas Tadulako (Untad), yang viral di media sosial.
Dalam video berdurasi singkat tersebut, Nur Ramlah menyampaikan sejumlah pernyataan kontroversial. “Pengkhianat halal darahnya untuk dibunuh. Semangat kawan-kawan!” serunya dalam orasi yang direkam oleh peserta aksi.
Ia juga menambahkan,“Satu peluru bisa membunuh satu kepala, satu kepala bisa mempengaruhi seribu kepala.”Pernyataan tersebut memicu kontroversi luas di kalangan warganet.
Banyak yang menilai orasi tersebut tidak mencerminkan etika intelektual seorang mahasiswa dan berpotensi menghasut tindakan kekerasan.
Menanggapi viralnya video orasi tersebut, Kabid Humas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari, menyayangkan pernyataan Nur Ramlah.
Menurutnya, mahasiswa sebagai agen perubahan seharusnya menyampaikan aspirasi dengan cara damai dan rasional.
“Mahasiswa itu agen perubahan, tapi perubahan harus disampaikan dengan pikiran jernih, bukan dengan kekerasan atau ujaran yang mengancam keselamatan orang lain,” ujar AKBP Sugeng, Kamis (28/8/2025).
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat agar tidak terpancing emosi dan tetap menjaga situasi keamanan serta ketertiban di wilayah hukum Sulawesi Tengah.
Selain itu, massa aksi juga menuntut pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja yang dinilai “bobrok” dan terlalu dikuasai oleh oligarki.
Orasi-orasi yang disampaikan menyuarakan kritik keras terhadap sistem pemerintahan yang dianggap tidak lagi berjalan sesuai prinsip demokrasi.