
Parigi Moutong, PUSATWARTA.ID — Pertambangan Tanpa Izin (PETI) berlokasi di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong dalam satu bulan terakhir kembali beroperasi.
Hal ini diungkapkan, salah satu warga yang Desa Kayuboko yang nananya enggan disebutkan. Menurut sumber kegiatan eksploitasi itu dilakukan dengan menggunakan alat berat jenis eksavator.
Yang bisa saja berpotensi menimbulkan dampak kerusakan lingkungan serius serta mengancam ekosistem diwilayah itu.
Lokasi pertambangan ilegal ini kata dia, hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari markas Polres Parigi Moutong.
Namun, hingga kini, belum ada tindakan tegas dari aparat kepolisian terhadap aktivitas yang semakin terang-terangan dilakukan di kawasan tersebut.
Para pelaku, yang diduga mendapat dukungan dari cukong berpengaruh, terus melakukan pembukaan lahan di area hutan yang berdekatan dengan permukiman warga.
Ia mengungkapkan, bahwa aktivitas PETI semakin terbuka dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan dihentikan oleh aparat penegak hukum.
“Sudah hampir satu bulan mereka beroperasi, bahkan sebelum bulan puasa. Mereka semakin berani, seolah tidak takut dengan aparat kepolisian,” ujar sumber tersebut.
Lanjut sumber menyebutkan bahwa, kegiatan tambang ilegal ini diduga mendapat perlindungan dari beberapa cukong, salah satunya seorang pria berinisial Haji S.
Dari perspektif lingkungan, aktivitas PETI yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan berbagai kerusakan ekologis, termasuk deforestasi, degradasi tanah, pencemaran sumber air, serta peningkatan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Masyarakat Desa Kayuboko menyatakan kekhawatiran mereka terhadap dampak lingkungan yang semakin nyata, terutama ketika memasuki musim penghujan.
“Setiap kali hujan, jalanan dipenuhi lumpur akibat banjir. Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah kemungkinan terjadinya bencana yang lebih besar jika hutan terus dieksploitasi tanpa kendali,” ungkapnya.
Ia menambahkan, selain merusak lingkungan, pertambangan ilegal ini juga berpotensi mengancam ketahanan pangan daerah.
Lokasi PETI diketahui berada dalam kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023.
“Jika eksploitasi terus dibiarkan, bukan hanya ekosistem yang rusak, tetapi juga keberlanjutan produksi pangan di wilayah tersebut bisa terganggu,” ujarnya.