
Parigi Moutong, PUSATWARTA.ID— Ratusan Kepala Desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Parigi Moutong menggelar aksi protes terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025.
Regulasi tersebut dinilai mengancam keterlambatan pembayaran honor pegawai syar’i, guru ngaji, pendeta, serta berpotensi menghambat penyelesaian pembangunan desa.
Aksi unjuk rasa berlangsung di halaman Kantor Bupati Parigi Moutong dan diterima langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Parigi Moutong pada Senin (1/12/2025).
Setelah berorasi, massa aksi melanjutkan demonstrasi ke Gedung DPRD setempat untuk menyampaikan langsung aspirasi kepada para wakil rakyat.
Sekretaris APDESI Parigi Moutong, Budi Unjing, dalam orasinya menegaskan bahwa PMK 81/2025 menimbulkan keresahan di tengah masyarakat desa.
Aturan itu disebut terbit tanpa sosialisasi yang memadai dan dinilai tidak berpihak kepada kepentingan publik.
Menurutnya, keterlambatan pencairan dana desa hingga memasuki Desember telah berdampak pada molornya berbagai kegiatan pembangunan serta mengancam hak-hak masyarakat yang harus dibayarkan secara rutin.
“Honor pegawai syar’i, guru ngaji, para pendeta, dan sejumlah program pembangunan terancam tidak bisa dibayarkan akibat aturan ini,” tegas Budi.
Menanggapi tuntutan tersebut, Sekda Parigi Moutong, Zulfinasran, menjelaskan bahwa kendala pencairan dana desa terjadi setelah aplikasi pengajuan pencairan ditutup sepihak oleh pemerintah pusat sejak September 2025.
“Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menggelar zoom meeting bersama. Saat ini kami masih menunggu konfirmasi dari pusat,” ujarnya.
Zulfinasran menyebutkan bahwa dari total 278 desa, masih terdapat sejumlah desa yang belum mendapatkan pencairan dana desa.
Sementara itu, 58 desa sudah menerima pencairan dana non earmark) yang diajukan pada periode September–November 2025.
Ia menegaskan bahwa Bupati Parigi Moutong menginstruksikan agar seluruh hak masyarakat tetap tersalurkan.
Untuk itu, pemerintah daerah sedang mempertimbangkan penggunaan Belanja Tak Terduga (BTT) guna mengakomodasi kebutuhan yang bersifat mendesak, memaksa, dan harus dipenuhi segera.
“Tetapi kita tetap harus mematuhi regulasi, karena dana tersebut nantinya masuk ke rekening Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani,” jelasnya.
Pemerintah daerah berharap pemerintah pusat segera memberikan solusi agar pencairan dana desa dapat kembali berjalan normal dan hak-hak masyarakat tetap terpenuhi.








